Putrakepri.com , Tanjungpinang – Mafia Tanah semakin marak di Provinsi Kepulauan Riau dan sangat sulit di ungkap sebab para Mafia tanah dalam melakukan tindak kejahatan terorganisir atau terstruktur, bahkan kejahatan para Mafia berlindung di balik oknum Aparat penegak hukum dan oknum Pelayan Administrasi Pertanahan kata Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Kepulauan selaku Ketua Satuan Tugas (satgas) Mafia Tanah Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, Dr. Lambok M.J Sidabutar, SH., MH., saat menjadi Narasumber Pada Kegiatan “ Sosialisasi Pencegahan dan Penanganan Kejahatan Kasus Pertanahan” yang diselenggarakan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kepulauan Riau atas kerjasama dengan Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, Kamis (22/06/2023) pukul 10.30 Wib bertempat di CK Tanjungpinang Hotel & Convention Centre.
Hal ini disampaikan melalui Kasi Penkum, Denny Anteng Prakoso, SH., MH., Adapun undangan yang hadir pada acara tersebut adalah Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Kepulauan Riau Nurhadi Putra, A.Ptnh., M.M., Ketua Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Kota Tanjungpinang dengan mengtikutsertakan beberapa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Ketua IPPAT Kabupaten Bintan beserta beberapa PPAT dan diikuti oleh Camat Bukit Bestari beserta Lurah, Anggota BPN Provinsi Kepulauan Riau serta melalui Zoom meeting dari Kepala Kantor BPN Kabupaten/Kota se- Provinsi Kepulauan Riau.
Dalam penyampaiannya, Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Kepri Dr. LAMBOK M.J SIDABUTAR, SH., MH., menyampaikan Mafia Tanah ada kesan bahwa jaringan kinerja Mafia Tanah ini wajar, sah, dan legal karena melibatkan simbol-simbol pelaksana hukum seperti oknum Notaris PPAT dan Aparat Sipil Negara di lingkungan Badan Pertanahan Nasional beserta jajarannya ke bawah serta penegak hukum seperti oknum Hakim.
Oknum pelaksana dan penegak hukum dimaksud dapat berkedudukan sebagai bagian dari jaringan kinerja Mafia Tanah atau mereka hanya menjadi korban dari kinerja Mafia Tanah serta kemampuan Mafia Tanah mencari celah dari peraturan perundang-undangan bidang pertanahan, informasi terkait dengan administrasi pemberian hak atas tanah dan sertipikasi hak atas tanah yang pernah diterbitkan, serta kemampuan mendapatkan alat bukti kepemilikan tanah dan mengidentifikasi tanah-tanah yang ditinggalkan dan dibiarkan tidak termanfaatkan oleh pemegang haknya.
Ada 3 (tiga) pola kinerja para Mafia Tanah yang dipaparkan oleh Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Kepri seperti :
1. Pola kinerja yang cenderung bersifat illegal/kekerasan seperti tindakan pendudukan tanah-tanah kosong untuk memancing pemilik yang sah atau merebut dengan tindakan kekerasan & diikuti dengan tindakan illegal lainnya untuk mendapatkan dokumen kepemilikan.
2. Pola kinerja yang seolah legal dengan memanfaatkan dokumen kepemilikan baik yang diperoleh secara illegal maupun legal untuk mendapatkan penguasaan dan kepemilikan tanah.
3. Pola jaringan kinerja yang manapun yang ditempuh di dalamnya pasti akan memasuki phase sengketa atau perkara sebagai tekanan kepada pemilik tanah yang sebenarnya, phase ajakan damai untuk mempercepat perolehan keuntungan, phase penebaran pengaruh kepada pelaksana hukum dan kepada penegak hukum dalam rangka mengamankan posisinya untuk ditetapkan sebagai pemilik, dan semuanya tidak lepas dari permainan dana.
Untuk memberantas Mafia Tanah diperlukan strategi khusus dengan instrument penegakan hukum melalui penerapan hukum pidana yaitu Tindak Pidana Pertanahan dan penerapan Pasal 263, 266, 372 dan 378 dan Pasal 55 dan 56 KUHP, dan menerapkan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2010.
Untuk menghentikan modus operandi Mafia Tanah ini perlu dibuat Role Model Pemberantasan Praktek Mafia Tanah dengan cara mengoptimalkan Satgas Anti Mafia Tanah yang melibatkan unsur Akademisi, Masyarakat yang serius melaksanakan mekanisme pelaksanaan tugas Satgas Anti Mafia Tanah dalam pemberantasan Mafia Tanah, membuat dan mempertajam sinkronisasi hukum antara hukum pertanahan dan teknologi informasi hukum pidana yang berkaitan dengan masalah pembuktian kepemilikan hak atas tanah, melibatkan pihak Kepolisian untuk dapat meminta bantuan misalnya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menyusuri aliran dana hasil kejahatan dengan menggunakan delik Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), maka hasil kejahatan dapat dikembalikan kepada pihak yang dirugikan.
Kepala Bidang Pengendalian dan Penanganan Sengketa Kanwil BPN Propinsi Kepulaun Riau Yudi Hermawan S.ST, C.Med. mengatakan dalam acara ini bahwa pengungkapan dan pemberantasan Mafia Tanah membutuhkan komitmen dan kerjasama yang kuat seluruh instansi terkait seperti BPN, Kepolisian, Kejaksaan dan Penegak hukum lainnya, yang dimana harus memiliki Integritas yang tinggi.